Kelas Yang Penuh Debu
oleh: Muhammad Arifudin, S.Pd
(sekarang Guru Kelas 4)
Karyanya ini sudah dimuat Azkiya Publishing tahun 2021
Sudah
hampir dua tahun negeri ini dilanda pandemi covid-19. Banyak sekali perubahan perubahan
yang terjadi dimulai dari kebiasaan kita sehari –hari, bekerja, berkomunikasi
dan keegiatan lainnya. Pandemi ini seketika menjadi momok yang menakutkan di
muka bumi ini. Ternyata pandemi ini juga memaksa kita untuk menjadi orang yang
egois dan selalu menaruh curiga terhadap orang yang berada disekitar kita,
termasuk orang terdekat kita.
Pandemi
ini juga sangat berpengaruh besar terhadap dunia pendidikan. kebetulan saya
bekerja sebagai pengajar disalah satu Sekolah Dasar yang berada di Kecamatan
Ciawigebang Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
Di
masa pandemi ini, kita disajikan dengan cara pembelajaran yang baru dan
melibatkan teknologi seperti gawai. Pembelajaran ini mungkin termasuk gaya
belajar di Era modern yakni pembelajaran secara jarak jauh dengan melalui
WhatsApp Grup, Zoom Meet dan sebagaiya atau kita biasa menyebutnya belajar
secara “daring”.
Mungkin
bagi guru yang mampu menguasai komputer dan mahir mengoperasikan gawai tidak
begitu menyulitkan. Banyak sekali kendala yang dialami ketika belajar secara
daring, baik bagi guru maupun dari siswa. Ada orang tua siswa yang mengeluh
karena terkendala masalah jaringan, ada juga siswa yang tidak memiliki gawai.
Seiring
berjalannya waktu, tak terasa sudah hampir satu tahun berlalu. Yang dulu siswa
beramai – ramai pergi ke sekolah, belajar bersama, bermain bersama, suasana
kantin yang dipenuhi saat waktu istirahat berlangsung, lapangan sekolah yang
terdengar ceria saat para siswa berolah raga, suasana kelas yang hangat dan
disertai canda tawa para siswa. Seketika semua itu hilang dengan sangat cepat.
Sesekali
menengok keadaan kelas dan duduk sendirian di kelas yang tanpa penghuni itu
sambil membayangkan keadaan kelas yang dulu sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Hati iini menangis melihat keadaan kelas saat ini. Ketika menengok kanan –
kiri, atas – bawah, dan yang terlihat hanyalah kelas yang diselimuti oleh debu
dan laba – laba yang sedang asik membuat
sarangnya. Sungguh menyedihkan sekali melihat pemandangan ini.
Semakin
lama situasi ini mulai membaik, Alhamdulillah para peserta didik sudah
diperbolehkan melakukan tatap muka meskipun dilakukan secara terbatas. Tapi
setidaknya sudah mengobati rasa rindu yang terpendam dalam hati. Meja – meja
yang beberapa waktu lalu dipenuhi oleh debu, kini sudah hampir tak terlihat
lagi. Suasana kelas yang dulu hening, kini sudah mulai terasa hangat kembali.
Semoga semua ini akan kembalii seperi dahulu kala.
“Apa
yang terjadi setelah situasi ini membaik, apakah semuanya berjalan seperti
dulu?” saya berharap semoga baik – baik saja tidak ada kendala. Namun apa yang
terjadi, ternyata para peserta didik sudah mulai nyaman dengan pembelajaran
jarak jauh. Rasa nyaman mereka belajar di kelas sudah berkurang, ini adalah
permasalahan yang harus dipecahkan pada saat diawal pembelajaran tatap muka.
“bagaimana caranya supaya peserta didik
merasa nyaman lagi belajar di kelas?” itu yang terlintas dalam pikiranku. Ada
keinginan untuk membuat suasana kelas yang berbeda, secara kebetulan Ibu Kepala
Sekolah mempunyai program untuk meningkatkan minat belajar peserta didik di
awal pembelajaran tatap muka berlangsung, yaitu mengadakan lomba dekorasi kelas
dalam rangka memeringati HUT RI yang ke – 76. Dengan senang hati menerima
tantangan itu, karena sejak awal sudah mempunyai niat seperti itu. Kesempatan
ini jangan sampai disia – siakan.
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk
mendekor kelas. Ternyata mendekor kelas itu tak semudah yang dipikirkan, banyak
sekali hambatan yang dialami seperti kekuragan alat dan bahan, dan lainnya.
Sampai ada yang memanggil para ahli seni, anggota keluarga untuk membantu
mendekor kelas. Memang sah sah saja, karena tidak ada peraturannya. Semunya
mempunyai tujuan yang sama yaitu supaya kelas terlihat indah dan nyaman. Namun
saya lebih memilih mengerjakan sendiri dibantu oleh para peserta didik, hal ini
bertujuan agar ada kepuasan tersendiri. Dengan keadaan yang serba kekurangan
saya harus berpikir keras untuk memaksimalkan alat dan bahan yang seadanya
supaya tetap terlihat indah. Hari demi hari, minggu demi minggu dan sampailah
waktu untuk menilai masing – masing kelas. Penilaian ini dilakukan secara adil
dan objektif dengan memanggil rekan – rekan Ibu Kepala Sekolah.
Dikumpulakn lah semua guru – guru di
ruangan yang sudah disediakan untuk menyampaikan hasil dari penilaian itu.
Tibalah dimana perwakilan juri menyampaikan perolehan point masing – masing
kelas. Juri pun membacakan hasil penilaian
“juara ketiga dimenangkan oleh kelas ….. 4B”
“juara kedua dimenangkan oleh kelas ….. 3”
“dan juara pertama dimenangkan oleh kelas …. 5……..A”
Awalnya aku terdiam, karena belum percaya menjadi
juara pertama. “kok bisa ya” ujar dalam hati. Bergegaslah aku maju kedepan
bersama guru yang mendapat juara kedua dan ketiga untuk pembagian piala. Selain
itu, ternyata ada reward yang diberikan oleh Ibu Kepala Sekolah sebagai bentuk
apresiasi.
Alhamdulillah
sekali, kabar baik ini membawa dampak positif untuk saya pribadi dan tentunya
buat para peserta didik kelas 5A. mereka menjadi lebih nyaman berada di kelas,
rasa kecintaan dan tanggung jawab mereka terhadap kelasnya pun terlihat sekali.
Akhirnya kelas yang dulu dipenuhi debu kini menjadi kelas yang indah dan
nyaman. Sebagai umat islam tentunya kita wajib memlihara kebersihan dimanapun
kita berada. Jadikanlah kelas mu sebagai istana mu.
Demikian cerita singkat yang dapat saya sampaikan,
semoga ada hal positif yang dapat dipetik dari cerita ini. Terima kasih